Jumat, 02 November 2012

Gus Nizam yang "gak repot - repot"

Gus Nizam ga ada keinginan tuk terkenal, takdirnya karyanya dulu, Syi'ir Tanpo Waton menjadi terkenal setelah Gusdur wafat yang di kira orang karya beliau, baru mungkin (atau tidak terkenal) pengarangnya, tapi Gus Nizam gak peduli mau terkenal pa gak? ya Gus?

Sebagai pencipta dan pelantun syiir tanpo wathon ini, Gus Nizam bersyukur sekali syiir ini beredar luas dimasyarakat dengan kebesaran nama Guru Bangsa kita yaitu Gus Dur. Kuatnya label kewalian Gus Dur yang samakin hari semakin berjubel, puluhan ribu peziarah terus memadati makam Almaghfirullah Gus Dur. Gus Nizam juga mengaku senang sekali jika syiir ini ditempelkan atau nisbatkan ke Gus Dur. Karena Gus Nizam sendiri mengakui bahwa Gus Dur merupakan salah seorang waliyullah. Itu terbukti disetiap pengajiannya hadiah Al-Fatihah selalu dikirimkan ke Almagfirullah Gus Dur untuk mendapatkan keberkahannya.

Suara gusdur saat muda ini mirip sekali dengan suara khas Gus Nizam (KH. Mohammad Nizam As-Shofa, Lc) cucu dari guru mursyid tarekat (almarhum) Hadhratus as-Syaikh al-Mukarram KH. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo. KH. Sahlan merupakan seorang guru mursyid yang telah menelorkan beberapa orang wali seperti Almaghfirullah Mbah ‘Ud Pagerwojo, Sidoarjo dan juga Almaghfirullah KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam (Pengasuh Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah) Turen, Malang.

Syiir tanpo Waton sejatinya sudah diciptakan jauh hari sebelum Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009. Nizam menyebut syair itu tercipta pada 2004. Atau saat usianya menginjak pada 30 tahun. Penciptaannya pun butuh proses yang tidak pendek.

Kiai yang baru berusia pada 38 tahun tersebut mengungkapkan, lirik dan lagunya diciptakan dalam kurun waktu dua minggu. Syiir itu saya ciptakan saat saya sedang khalwat (menyepi untuk bermunajat kepada Allah) di dalam kamar. Khalwat itu sendiri sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga saya, paparnya. Nizam mengatakan, masa khalwat dalam tradisi keluarganya paling lama 40 hari. Tapi ada pula yang melaksanakannya 20 hari, 10 hari, dan paling pendek 3 hari.

Lirik Syiir tanpo Waton terinspirasi oleh keprihatinan Nizam atas perilaku umat saat ini. Terutama bermunculannya aliran garis keras. Juga semakin mudahnya orang mengumbar kekerasan serta prihatin dengan ringannya orang mengecap orang lain kafir.

Padahal, Islam itu mengajarkan perdamaian serta mengutamakan toleransi dan silaturahmi. Saat khalwat pada 2004 itu, saya pun mencoba menuliskan keprihatinan saya. Saya memakai bahasa Jawa campuran. Liriknya sebagian saya ambil dari kalimat kakek saya, Kiai Sahal Sidorangu, Krian, beber kiai yang pernah empat tahun menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, tersebut.


Setelah diciptakan, Syiir tanpo Waton tersebut juga langsung dilantunkan Nizam dalam pengajian Rabu malam di pondoknya. Saat itu Pondok Ahlus-Shofa Wal-Wafa masih berada di daerah Tanggul, Wonoayu. Pondoknya tak seberapa luas. Dalam pengajian Rabu malam, Syiir tanpo Waton yang dilantunkan Nizam selalu direkam pengurus pondok dan jamaahnya.

Begitu seterusnya. Sehingga syair tersebut bisa dihafal para jamaah pengajian Rabu malam Gus Nizam yang jumlahnya berkisar 2.000 orang. Mungkin lagunya jadi begitu enak didengar karena direkam di pondok yang tidak luas sehingga suaranya begitu padat, ucap kiai yang dikaruniai tiga putri tersebut. Soal suara saya yang terdengar lebih tua daripada usia saya, itu karena saya bisa berubah menjadi tua, juga bisa berubah menjadi muda, kelakarnya.

Hasil rekaman Syiir tanpo Waton juga menyebar ke masyarakat luas di luar jamaah Nizam. Kiai kelahiran Sidoarjo, 23 oktober 1973, itu mengingat, kali pertama rekaman Syiir tanpo Waton diputar secara luas oleh Masjid Agung Kota Malang sesaat setelah wafatnya Gus Dur. Setelah itu syair tersebut semakin tersebar luas menyusul pengenalan orang-orang bahwa syair itu merupakan syiir Gus Dur.

Kini Syiir tanpo Waton sudah terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI Kemenkum HAM). Nama KH Mohammad Nizam pun tercantum sebagai penciptanya. Sebenarnya saya tidak memedulikan hal itu. Tapi, diam-diam jamaah saya ternyata mendaftarkan. Kalau tahu, saya pasti tidak mengizinkannya, tegas Nizam.


Sungguh Gus "yang gak repot-repot!." 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar