Tawajjuh
(menghadap –Nya dengan ibadah) yang benar disyaratkan adanya Ridho Allah Ta’ala
atas pelaksanaannya, dengan cara yang ridihoi pula. Dan yang disyarati tidak
sah tanpa sah syaratnya. FirmanNya, “Allah swt, tidak ridho dengan
kufurnya para hambaNya.” Karena itu harus mewujudkan Iman. FirmanNya, “Bila
kalian bersyukur, maka Allah meridhoi kalian. “ (Az-Zumar, 7), maka harus mengamalkan
Islam.
Tasawuf tidak sah tanpa fiqih,
karena aturan-aturan Allah secara dzohir tidak bisa dikenal kecuali dari fiqih.
Fiqih tidak benar tanpa Tasawuf, karena tidak bisa beramal dengan benar dan
menghadap Allah dengan benar tanpa Tasawuf.
Tidak ada hasrat yang benar
kecuali dengan Iman, dan tanpa Tasawuf dan Fiqih, hasrat cita tidak akan benar.
Karena itu Tasawuf dan Fiqih harus berpadu karena adanya keharusan lazim dalam
aturan, sebagaimana lazimnya integrasi antara ruh dan jasad, dan ruh tidak akan
ada kecuali dalam jasad dan sebaliknya, sebagaimana tidak ada kehidupan tanpa
ruh pada jasad.
Ucapan Imam Malik ra, “Siapa yang
bertasawuf tanpa berfiqih maka ia telah zindiq, dan siapa yang berfiqih tanpa
tasawuf maka ia fasiq. Siapa yang memadukan keduanya, ia benar-benar mewujudkan
kebenaran.”
Saya katakan: “Tindakan zindiq
yang pertama, karena ia hanya pasrah pada takdir karena menghilangkan hikmah
dan hukum-hukum. Sedangkan kefasikan pada kalimat kedua, adalah karena
hilangnya amal demi menghadap Allah, dan tidak bisa bersih dari maksiat, tidak
bisa ikhlas, yang disyaratkan dalam beramal Lillah. Sedangkan perwujudan
kebenaran pada wacana ketiga, adalah karena penegakan terhadap hakikat dalam
kenyataan yang sebenarnya yaitu berpegang teguh pada Allah Ta’ala. Maka
kenailah semua itu…”
ASAL USUL TASAWUF
Penyandaran bukti sesuatu pada
asal usulnya, dan penegakan bukti yang khusus padanya, akan menolak ucapan
orang yang mengingkari hakikat kebenarannya.
Asal usul Tasawuf adalah Maqom
Al-Ihsan, yang ditafsirkan oleh Rasulullah saw, dengan “Hendaknya engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, maka apabila kamu tidak bisa
melihatNya, sesungguhnya (kenyataan mutlak) Allah swt, melihatmu.”.
Sebab, makna benarnya Tawajjuh
kepada Allah kembali pada hadits tersebut, dan kepadanyalah orientasi Tawajjuh
itu terjadi, karena teksnya menunjukkan pada upaya meraih Muroqobah (mendekat) yang
diharuskan dalam amal ibadah.
Motivasi terhadap Al-Ihsan
berarti anjuran pada pernyataannya, sebagaimana Fiqih berkisar pada Maqom
Islam, dan Ushul pada Maqom Iman. Tasawuf merupakan salah satu sendi agama yang
diajarkan oleh Jibril as, kepada Nabi saw, agar diajarkan kepada para
sahabatnya – semoga Allah meridhoi mereka semua –
(Dari Kitab Qowaidut
Tashawwuf ‘ala Wajhin Yajma’u Bainasy Syari’ah wal-Haqiqah, waYashilul Ushul
wal-Fiqh bit-Thariqah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar